SEMOGA KEBERUNTUNGAN SELALU BERSAMAMU..
.

Sabtu, 22 Maret 2014

PERKEMBANGAN BELAJAR

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Proses belajar mengajar merupakan rangkaian kegiatan komunikasi antara siswa dengan  guru.  Proses  belajar  mengajar  dikatakan  efektif  apabila  terjadi transfer belajar yaitu materi pelajaran yang disajikan guru dapat diserap ke dalam struktur  kognitif  siswa.  Siswa  dapat  mengetahui  materi  tersebut  tidak  hanya terbatas pada tahap ingatan saja tanpa pengertian (rote learning) tetapi bahan pelajaran dapat diserap secara bermakna (meaning learning). Agar terjadi transfer belajar yang efektif, maka kondisi fisik dan psikis dari setiap individu siswa harus sesuai  dengan  materi  yang  dipelajarinya.
Dalam  pembelajaran  di  sekolah  guru  hendaklah  memilih  dan menggunakan  strategi  pendekatan,  metode  dan  teknik  yang  banyak melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik mental, fisik, maupun sosial. Menurut  petunjuk  pelaksanaan  kegiatan  belajar  mengajar  di  sekolah, penerapan  strategi  yang  dipilih  dalam  pembelajaran  harus  bertumpu pada  dua  hal  yaitu  optimalisasi  interaksi  semua  unsur  pembelajaran,  dan optimalisasi keterlibatan seluruh indra siswa.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang di atas, dapat ditentukan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1.         Apa yang dimaksud belajar?
2.         Bagaimana Karakteristik Belajar di Sekolah Dasar?
3.         Apa saja tahapan perkembangan siswa Sekolah Dasar?
4.         Bagaimana karakteristik pembelajaran di Sekolah Dasar/

1.3  Tujuan
Berdasarkan Rumusan Masalah di atas, penulis menentukan tujuan sebgai berkut :
1.      Untuk mengetahui Pengertian Belajar
2.      Untuk mempelajari karakteristik peserta didik dalam belajar di sekolah dasar
3.      Untuk mengetahui tahapan-tahapan perkembangan siswa Sekolah Dasar
4.      Untuk mempelajari karakteristik pembelajaran di sekolah dasar






BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Belajar
Belajar merupakan suatu proses yang harus di tempuh oleh siswa, tetapi esensi dan hakikatnya harus dipahami oleh guru agar dalam pelaksanaannya guru dapat mengelola dan membimbing proses pembelajaran sesuai dengan kaidah-kaidah belajar yang efektif. Di samping itu guru akan dapat menciptakan kondisi dan suasana belajar yang optimal dalam rangka mendukung proses guna mencapai hasil belajar yang di harapkan.
1.      Pengertian Belajar
Menurut definisi lama, yang dimaksud dengan  belajar adalah menambah dan mengumpulkan pengetahuan. Yang diutamakan dalam definisi ini adalah penguasaan pengetahuan sebanyak-banyaknya untuk menjadi cerdas dan membentuk intelektual, sedangkan sikap dan keterampilan di abaikan. Siswa lebih banyak menerima dan menghafal pengetahuan  yang diberikan melalui beberapa mata pelajaran, bahkan hanya mengingat-ingat semua pengetahuan yang dibacanya. Jadi, hasil bacaan diulang-ulang kemudian diekspresikan secara otomatis. Jadi, hasil bacaan diulang-ulang kemudian diekspresikan secara otomatis. Akibat cara belajar seperti ini, aspek pemahaman siswa kurang di perhatikan karena lebih diutamakann hasil hafalan atau penerimaan informasi yang berkaitan dengan stimulus dan respon (S-R) yang di bagun.
Pendapat modern yang muncul pada abad 19, menganggap bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku (a change in behaviour. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui latihan dan perubahan yang disebabkan karena ada dukungan dari lingkungan yang positif yang menyebabkan terjadinya interaksi edukatif. Perubahan tersebut terjadi secara menyeluruh meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Pendapat lain mengatakan bahwa belajar adalah proses pengalaman (learning is experiencing), artinya belajar itu adalah interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dalam interaksi tersebut terjadi proses mental, intelektual, emosional yang pada akhirnya menjadi suatu sika, pengetahuan, dan keterampilan yang dimilikinya. Contohnya adalah seseorang  yang sedang bermain badminton. Ia akan melakukan latihan mengayunkan raket dengan cara memegang yang benar, menepuk bola, backhand, dan forehand yang merupakan pengalaman belajar.
Dari contoh tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses yang kompleks,  berlangsung secara terus menerus, dan melibatkan berbagai lingkungan yang di butuhkannya. Belajar itu suatu proses mereaksi, mengalami, berbuat dan bekerja yang menghasilkan kemampuan yang utuh. Tidak semua perubahan tingkah laku merupakan hasil belajar  seperti yang bersifat dramatik lainnya  misalnya, perubahan tingkah laku disebabkan karena kerusakan organ tubuh atau sistem syaraf atau yang disebabkan karena penggunaan obat-obatan. Jadi dapat dikatakan hasil belajar terjadi karena adanya proses mereaksi (menyikapi), mengalami, berbuat dan mengalami sesuatu yang dilakukan secara sadar. Indikasi lain dari hasil belajar adalah adanya perubahan tingkah laku atau perubahan kemampuan seseorang yang dapat bertahan dan bukan karena hasil pertumbuhan.
Definisi belajar yang umum di terima saat ini adalah bahwa belajar adalah suatu usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru, secara keseluruhan sebagai pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Proses perubaha tingkah laku merupakan gambaran terjadinya rangkaian perubahan dalam kemampuan siswa. Hal ini dapat di lihat dari perbandingan  kemampuan sebelumnya degan kemampuan setelah mengikuti pembelajaran. Belajar merupakan suatu proses yang terarah kepada pencapaian tujuan atau kompetisi yang telah ditetapkan.
2.      Hakikat Belajar
Belajar dapat dikatakan sebagai suatu proses. Guru harus dapar membimbing dan memfasilitasi siswa  supaya siswa dapat melakukan proses-proses tersebut. Proses belajar harus dapat dilakukan secara efektif agar terjadi adanya perubahan tingkah laku siswa yang disebabkan oleh proses-proses tersebut. Seseorang dikatakan beajar apabila melakukan proses tersebut secara sadar dan melakukan perubahan tingkah laku siswa yang di peroleh berdasarkan interaksi dengan lingkungan. Perwujudan perubahan tingkah laku dari hasil belajar adalah adanya peningkatan kemampuan siswa sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkn. Perubahan tersebut sebagai perubahann yang di sadarii, relatif bersifat permanen, kontinu dan fungsional.
Ada 4 pilar yang perlu di perhatikan dalam belajar yaitu learning to know, learning to do, learning to live together dan learning to be.
Learning to know artinya belajar untuk mengetahui. Yang menjadi target dalam belajar adalah adanya proses pemahaman sehingga belajar tersebut dapat mengantarkan siswa untuk mengetahui dan memahami substansi materi yang di pelajarinya. Belajar itu sendiri  harus di gambarkan sebagai suatu peristiwa yang dapat merangsang rasa ingin tahu siswa sehingga siswa harus merasa bahwa belajar itu sebagai suatu proses yang berkelanjutan.
Learning to do artinya belajar untuk berbuat. Yang menjadi target dalam belajar adalah proses melakukan atau proses berbuat. Dalam hal ini siswa harus dapat mengerjakan, menerapkan, menyelesaikan persoalan,melakukan eksperimen, penyelidikan, penemuan, pengamatan, stimulasi dan sejenisnya.
Learning to live together artinya belajar untuk hidup bersama. Yang menjadi target dalam belajar adalah siswa memiliki kemampuan untuk hidup bersama atau mampu hidup dalam kelompok. Dalam hal ini siswa harus dibekali dengan pengalaman-pengalaman melakukan tanggung jawab dalam kelompok, memahami pendapat orang lain, menerapkan sikap toleransi, memahami asas dalam kelompok serta memahami dan merasakan kesulitan orang lain.
Learning to be artinya  belajar untuk menjadi. Yang  menjadi target dalam belajar adalah mengantarka siswa untuk mejadai individu yang utuh sesuai dengan potensi,  bakat, minta dan kemampuannya. Hasil belajar yng diperoleh benar-benar bermakna dalam kehidupannya maupun bagi kehidupan untuk orang lain, sehingga dapat mengantarkan siswa menjadi manusia yang mandiri dan mampu mengenal, mengarahkan dan merencanakan dirinya sendiri. Semua itu harus dapat di terapkan pada proses belajar di sekolah dasar baik dalam kelas maupun di luar kelas.
3.      Faktor –faktor  yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Keberhasilan belajar sangant dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor dalam diri siswa sendiri (intern) dan faktor dari luar diri siswa (ekstern).
a.       Faktor dari dalam diri siswa yang berpengaruh terhadap hasil belajar di antaranya adalah kecakapan, minta, bakat, usaha, motivasi, perhatian, kelemahan dan kesehatanserta kebiasaan siswa. Salah satu hal penting dalam kegiata belajar yang harus ditanamkan dalam diri siswa bahwa belajar  yang dilakukannya merupakan kebutuhan dirinya. Minat belajar berkaitan dengan seberapa besar individu merasa suka terhadap suatu materi yang di pelajari siswa. Minat inilah yang harusnya dimunculkan dalam diri siswa. Minat, motivasi dan perhatian siswa dapat dikondisikan oleh guru. Setiap individu memiliki kecakapan (abillity) yang berbeda-beda. Kecakapan tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan kecepatan belajar, yakni sangat cepat, sedang, dan labat. Demikian pula pengelompokan kemampuan siswa berdasarkan kemampuan penerima, misal proses pemahamannya harus dengan cara perantara visual, verbal dan atau harus di bantu dengan alat/media.
b.    Faktor dari luar diri siswa yang mempengaruhi hasil belajar diantaranya adalah lingkungan fisik dan non fisik (termasuk suasana kelas dalam belajar ), lingkungan sosial budaya, lingkungan keluarga, program sekolah (termasuk dukungan komite sekolah), guru, pelaksanaan pembelajaran dan teman sekolah. Guru adalah teman yang paling berpengaruh terhadap proses maupun hasil belajar sebab guru merupakan manajer dalam kelas. Untuk memahami faktor intern yang mempengaruhi hasil belajar siswa guru dapat melakukan berbagai pendekatan di antaranya dengan wawancara, observasi, kunjungan rumah, dokumentasi, atau isian berupa angket (kuesioner)

B.       Karakteristik Belajar di Sekolah Dasar
Proses belajar merupakan rangkaian kegiatan dalam belajar, esensinya adalah rangkaian yang dilakukan siswa dalam upaya mengubah perilaku yang dilakukan secara sadar melalui interaksi dengan lingkungan. Proses belajar mangajar di sekolah sangat dipengaruhi oleh desain pelajaran dan strategi yang diterapkan oleh guru dalam pembelajaran. Rangkaian aktivitas yang ditempuh siswa dalam belajar harus sistematis dan sistematik serta sesuai dengan tingkatan atau fase perkembangan siswa.
1.        Proses Belajar Berdasarkan Teori dan Proses Belajar
Proses belajar yang baik adalah proses belajar yang dapat memberikan kesemptan pada siswa untuk dapat berpartisispasi aktif untuk mempelajari suatu kejadian alam, budaya atau sosial. Proses belajar harus dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk berpartisipasi aktif untuk mempelajari suatu kejadian alam, budaya atau sosial. Proses belajar juga harus dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan dan mencari sendiri suatu informasi untuk diolah menjadi konsep, prinsip dan generalisasi. Proses belajar sangat dipengaruhi dengan pendekatan atau strategi belajar  yang digunakan dalam pembelajaran. Teori belajar yang dianut guru akan memberikan warna dalam implementasi proses belajar, karena berpengaruh terhadap bahan yang dipelajari, proses yang dilakukan dan hasil yang diinginkan.  Berikut ini adalah teori belajar yang dapat dikaji sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan proses belajar di sekolah dasar.
a.      Teori Belajar Disiplin Mental
Teori belajar disiplin mental, merupakan salah satu pandangan yang mula-mula memberikan definisi tentang belajar yang disusun oleh filsuf Yunani bernama Plato. Pandangan filsafatnya yaitu tentang idealisme yang melukiskan pikiran dan jiwa yang bersifat dasar bagi segala sesuatu yang ada. Idealisme hanyalah ide murni yang ada di dalam fikiran, karena pengetahuan orang berasal dari ide yang ada sejak kelahirannya. Belajar dilukiskan sebegai pengembangan oleh fikiran yang bersifat keturunan. Kepercayaan ini kemudian dikenal sebagai konsep “Disiplin Mental” (Bell Gredler, 1994:21). Teori ini bertujuan untuk pembentukan kemampuan siswa, melatih daya-daya yang dimiliki siswa yang termasuk dalam proses penting dalam pembelajaran.

b.      Teori Belajar Asosiasi
Rumpun teori belajar ini identik dengan teori behaviorisme yang biasa disebut S-R Bond. Teori belajar asosiasi ini berdasarkan pada perubahan tingkah laku yang menekankan pola perilaku baru yang di ulang-ulang sehingga menjadi aktivitas yang otomatis. Dalamm teori ini ebelajar lebih mengutamakan stimulus-respon yang membentuk kemampuan siswa secara spesifik dan terkontrol. Hhukuman (punishment) dan ganjaran (reward) merupakan penguatan (reinforcement) yang dipakai. Pelopor aliran ini adalah Edward L. Thorndike. Ada tiga hukum yang dikemukakannya yaitu :
1)      Hukum kesiapan (Law of readiness) bahwa hubungan antara stimulus dan respon akan terbentuk apabila telah ada kesiapan pada sistem syaraf individu.
2)      Hukum latihan atau pengulangan (law of exercise or repetition) bahwa hubungan antar stimulus dan respon akan terbentuk apabila sering dilatih atau di ulang-ulang.
3)      Hukum akibat (law of effect) hubungan antara stimulus dan respon akan terjadi apabila adanya akibat yang menyenangkan. Bila stimmulus dan respon tersebutdihargai negatif, akan terjadi penurunan motivasi.
Karakteristik teori belajar ini adalah :
1)      Menekankan perubahan tingkah laku yang dapat diamati dan terukur.
2)      Adanya ganjaran dan hukuman sebagai cara untuk memperkuat perilaku.
3)      Perancanaan mengajar sangat khusus.
4)      Mengakibatkan kemampuan berfikir siswa.
Adapun proses belajar dalam aliran ini dalam penerapannya memerlukan pengkondisian yang mendalam dari guru diantaranya proses belajar harus dipersiapkan secara sistematis dan terarah berdasarkan tujuan yang jelas dan terukur, strategi belajar dipersiapkan lebih teliti dalam proses belajar diperlukan adanya pujian dan ganjaran, proses pembelajaran selalu diawali dengan stimulus-stimulus, aspek siswa (psikologis maupun intelektual) kurang diperhatikan. Dengan demikian terlihat bahwa dalam teori belajar ini lebih mementingkan produk, hasil belajar dan penguasaan sejumlah pengetahuan siswa, sementara proses terbaikan.

c.       Teori Insight
Menurut teori ini belajar addalah mengubah pemahaman siswa. Perubahan ini akan terjadi apabila siswa menggunakan lingkungan. Perlu dipahami bahwa proses belajar yang baik adalah proses belajar yang dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk berpartisipasi aktif dalam mempelajari suatu kejadian alam, budaya, atau sosial. Proses belajar harus memberikan  kesempatan pada siswa untuk menemukan dan mencari sendiri informasi untuk diolah menjadi prinsip dan generalisasi.
d.      Teori Belajar Gestalt
Menurut teori belajar ini siswa merupakan individu yang utuh. Oleh karenanya, belajar lebih mengutamakan keseluruhan, kemudian melihat bagian-bagiannya yang mengandung makna dan hubungan. Masalah yang dijadikan topik adalah masalah-masalah sosial yang sedang hangat terjadi serta berdasarkan pada kebutuhan dan minat siswa. Pengalaman kemampuan memecahkan masalah merupakan proses berfikir tingkat tinggi. Pemahaman yang bermutu tinggi adalah pemahaman yang telah teruji, berisikan kecakapan menggunakan data, fakta, proses, prinsip dan generalisasi dalam berbagai situasi kehidupan, siswa belajar melakukan pemecahan masalah (problem solving), melakukan penyelidikan (inquiri) melakukan penemuan (discovery) dan kajian (investigation). Sudah dapat dipastikan bahwa transfer akan terjadi bila pengetahuan dapat di terapkan dalam situasi baru. Untuk itu siswa diarahkan menggunakan pengetahuan pada kehidupan dan lingkungannya. Karena teori belajar Gestalt memandang bahwa siswa sebagai individu  yang utuh dan menyeluruh maka penyelesaian masalah maupun kajian yang dilakukan siswa dapat menggunakan berbagai pendekatan disiplin ilmu secara terpadu dan menyeluruh. Belajar terpadu atau tematik dan belajar kontekstual, banyak dikembangkan disekolah saat ini, landasa n teori belajarnya adalah teori Gestalt dengan menganut belajar konstruktivis. Konstruktivis artinya pengetahuan dibangun dan dikembangkan oleh siswa sendiri dengan memanfaatkan unsur lingkungan secara maksimal. Dalam hak ini peran guru lebuh banyak membimbing dan memfasilitasi siswa secara maksimal agar terjadi proses belajar yang optimal dan efektif.
Menurut Gagne ada 8 tipe belajar yang dapat dilakukan siswa, yaitu :
a.    Signal Learning (belajar melalui isyarat)
Tipe ini yang dapat membentuk perilaku melalui sinyal atau isyarat sehingga terbentuk sikap tertentu, tetapi respon yang ditimbulkan dapat bersidar umum, tidak jelas, bahkan emosional.
b.    Stimulus-respon Learning (belajar melalui rangsangan tindak balas)
Tipe ini yang dapat membentuk oerilaku melalui pengkondisian stimulus untuk menghasilkan suatu tindak balas (respon). Respon tersebut bersifat spesifik, jelas, dan dapat diperkuat dengan ganjaran (reward).
c.    Chaining Learning (belajar melalui perangkaian)
Tipe ini yang dapat membentuk perilaku melalui beberapa stimulus-respons yang berangkai dalam bahasa juga dalam perbuatan..
d.   Verbal association learning (belajar melalui perkaitan verbal)
Tipe ini yang dapat membentuk perilaku  melalui perkaitan verbal. Tipe belajar  ini dibentuk melalui stimulus respon.
e.    Discrimination Learning (belajar melalui membeda-bedakan)
Tipe ini dapat membentuk perilaku melalui proses membeda-bedakan objek yang abstrak maupun konkret. Siswa dapat belajar secara sintesis karena dapat membeda-bedakan beberapa objek.
f.     Concept Learning (belajar melalui konsep)
Tipe ini dapat membentuk perilaku melalui pemahaman terhadap suatu benda, peristiwa, kategori, golongan, dan suatu kelompok. Yang dimaksud konsep itu sendiri adalah karakteristik, atribut atau definisi suatu objek.
g.    Rule Learning (belajar melalui aturan-aturan)
Tipe  ini dapat membentuk perilaku melalui aturan. Belajar melalui aturan merupakan proses belajar yang membentuk kemampuan siswa supaya memahami aturan-aturan dan mampu menerapkannya. Belajar melalui aturan berarti belajar melalui dalil-dalil, rumus-rumus dan ketentuan.
h.    Problem solving learning (belajar melalui pemecahan masalah)
Tipe belajar ini dapat membentuk perilaku melalui kegiatan pemecahan masalah. Tipe belajar ini merupakan tipe belajar yang membentuk siswa berfikir ilmiahdan kritis dan termasuk dalam belajar yang menggunakan pemikiran atau intelektual tinggi. Tipe belajar ini  memberikan pemahaman yang lama jika dibandingkan dengan tipe belajar yang lainnya.
e.       Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan kulminasi dari suatu proses yang telah dilakukan dalam belajar. Hasil belajar harus menunjukkan suatu perubahan tingkah laku atau perolehan perilaku yang baru dari siswa yang bersifat menetap, fungsional, positif dan di sadari. Bentuk perubahan tingkah laku harus menyeluruh sehingga menunjukkan perubahan tingkah laku. Romizoswkin(1982) menyebutkan dalam skema kemampuan yang dapat menunjukkan hasil belajar yaitu :
1)      Keterampilan kognitif berkaitan dengan kemampuan membuat keputusan memecahkan masalah dan berfikir logis.
2)      Keterampilan psikomotor berkaitan dengan kemampuan tindakan fisik dan kegiatan perseptual.
3)      Keterampilan reaktif berkaitan dengan sikap ,  kebijaksanaan, perasaan dan self kontrol.
4)      Keteramilan interaktif berkaitan dengan kemampuan sosial dan kepemimpinan
Gagne menyebutkan ada lima tipe hasil belajar yang dapat di capai oleh siswa yaitu : mother skills, verbal information, intelectual skills, attitudes dan cognitive strategis.
Seperti yang telah dikemukakan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku secara menyeluruh bukan hanya pada satu aspek saja tetapi terpadu secara utuh. Untuk melihat hasil belajar yang berkaitan dengan kemampuan berrfikir kritis dan ilmiah pada siswa sekolah dasar, dapat dikaji proses maupun hasil berdasarkan kemampuan membaca, mengamati dan atau menyimak apa yang dijelaskan atau diinformasikan, kemampuan mengidenttifikasi atau membuat sejumlah (sub-sub) pertanyaan berdasarkan substansi yang dibaca, diamati dan atau didengar, kemampuan mengorganisasi hasil-hasil identifikasi dan mengkaji dari sudut persamaan dan perbedaan dan kemampuan melakukan kajian secara menyeluruh.

C.    Tahapan Perkembangan Siswa Sekolah Dasar
1. Perkembangan Fisik
Perkembangan ini berkaitan dengan perkembangan berat, tinggi badan, dan perkembangan motorik. Siswa pada tingkat Sekolah Dasar, kemampuan motoriknya mulai lebih halus dan terahrah, tetapi berat badan siswa laki-laki lebih ramping dari pada siswa perempuan karena masa adolesen perempuan lebih cepat dari pada laki-laki. Gerakan-gerakan yang dilakukan siswa sudah mulai mengarah pada gerakan yang kompleks, rumit, dan cepat serta sudah mampu menjaga keseimbangan dengan tepat. Pada usia ini siswa dianggap memiliki perkembangan yang sesuai untuk melakukan kegiatan motorik halus dan kompleks.
2.   Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial siswa pada tingkat Sekolah Dasar sudah terasa ada pemisah kelompok jenis kelamin (separation of sexes) sehingga dalam pengelompokan, siswa lebih senang berkelompok berdasarkan jenis kelamin padahal kurang sesuai menurut kriteria pengelompokan belajar. Rasa kepemimpinannya sangat tinggi dan ini perlu dikembangkan supaya siswa lebih mampu mengatur diri sendiri dan mengatur orang lain. Rasa kerjasama dan empati sudah mulai tumbuh dalam usia ini walaupun konflik dan rasa persaingan tetap masih berlangsung dalam dirinya. Dalam usia ini sudah dapat ditumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan sosial siswa.
3.   Perkembangan Bahasa
Pada masa ini perkembangan bahasa siswa terus berulang secara dinamis. Dilihat dari cara siswa berrkomunnikasi menunjukkan bahwa mereka sudah mampu menggunakan bahasa yang halus dan kompleks. Siswa di kelas tinggi rata-rata perbendaharaan kosa katanya meningkat menjadi sekitar 50.000 kata. Disamping itu dalam usia ini siswa sudah mulai berfikir dalam menggunakan kata-kata. Pada kelas tinggi di sekolah dasar gaya bicaranya egosentris (egosentriss style) ke gaya bicara sosial (social speech). Pada kelas rendah di sekolah dasar siswa sudah mampu membaca dan dan mampu menganalisis kata-kata serta mengalami peningkatan kemampuan dalam tata bahasa. Pada usia 6 sampai 10 tahun penggunaan kalimat tidak lengakp sudah berkurang sehingga siswa sudah bisa menggunakan kalimat yang panjang, lengkap dan benar. Disamping itu siswa dalam usia tersebut sudah mampu menggunakan kata sifat, bahkan sudah mulai memahami kata-kata yang sebelumnya tidak jelas baginya.
4.   Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif pada siswa Sekolah Dasar berlangsung secara dinamis. Untuk itu menumbuhkembangkan kemampuan kognitif dalam fase konkret operasional pada siswa SD acuannya adalah terbentuknya hubungan-hubungan logis diantara konsep atau skema.
Menurut piaget, bahwa pada usia SD siswa akan memiliki kemampuan berfikir operasional konkret yang disebut pula sebagai masa performing operation. Pada tahap ini siswa sudah mampu menyelesaikan tugas, menggabungkan, menghubungkan, memisahkan, menyusun, menderetkan,  melipat dan membagi.
5.   Perkembangan Moral
Perkembangan moral yang harus dimiliki siswa SD adalah kemampuan bertindak menjadi orang baik. Tindakan yang dilakukan selalu berorientasi pada orang lain yang dianggap bertindak baik. Tidak hanya itu, pada usia SD siswa harus mampu berperilaku baik menurut orang lain seperti menunaikan kewajibann, menghormati otoritas dan memelihara ketertiban sosial. Bahkan pada tahap ini dapat ditanamkan rasa kebersamaan kemampuan saling menghargai.

6.   Perkembangan Ekspresif
Pola ini, siswa SD dapat dilihat dari kegiatan ungkapan bermain dan kegiatan seni (art). Dalam dirinya sudah timbul keinginan menjadi orang yang terkenal. Misalnya, sudah mulai belajar musik, bernyanyi, olahraga bahkan bela diri. Akan tetapi dalam bermain siswa selalu memilih permaian berdasarkan posisi gender.
7.   Aspek Intelegensi
Dalam psikologi teori Gardner (Utami Munandar, 1999; 265) aspek intelegensi tersebut di antaranya adalah :
a.       Intelegensi linguistik yaitu suatu kemampuan untuk menggunakan bahasa, termasuk kepekaan terhadap suara, ritme, makna kata-kata dan kegunaan fungsi bahasa
b.      Intelegensi logis-matematis yaitu kemampuan untuk menjajaki pola-pola, kategori dan hubungan dengan manipulasi objek atau simbol.
c.       Intelegensi spasial yaitu kemampuan untuk mengamati secara mental, memanipuasi bentuk dan objek; atau kemampuan mempersepsi dunia ruang visual.
d.      Intelegensi musik yaitu untuk menikmati, mempertunjukkan atau merubah musik termasuk kemampuan menghasilkan dan mengekspresikan ritme nada.
e.       Intelegensi fisik-kinestetik yaitu untuk menggunakan keterampilanmotorik halus dan kasar dalam olahraga dan seni dan produk seni,
f.       Intelegensi intrapribadi yaitu kemampuan untuk memperroleh akses terhadap pemahaman perasaan, impian dan gagasan diri sendiri dan memahami kekuatan dan kelemahan diri sendiri.
g.      Intelegensi interpribadi yaitu kemampauan mengamati dan merespon suasana hati, tempramen dan motivasi orang lain serta memahami hubungan dengan orang lain.

8.   Aspek Kebutuhan Siswa
Secara umum ada dua kebutuhan siswa. Yang pertama psiko-biologis yang dinyatakan dalam keinginan, minat, tujuan, harapan dan masalahnya. Yang kedua sosial yang berkaitan dengan tuntutan lingkungan masyarakat, biasanya menurut pandangan orang dewasa.

D.    Karakteristik Pembelajaran  di Sekolah Dasar
1.      Karakteristik Pembelajaran Di Kelas Rendah
 Pembelajaran di kelas rendah dilaksanakan berdasarkan rencana pelajaran yang telah dikembangkan oleh guru. Proses pembelajaran harus dirancang guru sehingga kemampuan siswa, bahan ajar, proses belajar, dan sistem penilaian sesuai dengan tahapan perkembangan siswa. Hal lain yang harus dipahami, yaitu proses belajar harus dikembangkan secara interaktif. Dalam hal ini, guru memegang peranan penting dalam menciptakan stimulus respon agar siswa menyadari kejadian di sekitar lingkungannya. Siswa kelas rendah masih banyak membutuhkan perhatian karena focks konsentrasinya masih kurang, perhatian terhadap kecepatan dan aktivitas belajar juga masih kurang. Hal ini memerlukan kegigihan guru dalam menciptakan proses belajar yang lebih menarik dan efektif.  Piaget (1950) menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan  lingkungannya (teori perkembangan kognitif). Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata, yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran)  dan akomodasi (proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek). Kedua proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan
cara seperti itu secara bertahap anak dapat  membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan uraian tersebut, maka perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya. Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasional konkret.  Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut: (1) Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, (2) Mulai berpikir secara operasional, (3) Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, (4) Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5) Memahami konsep substansi, volume zat cair, panj ang, lebar, luas, dan berat.


Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu:
1. Konkrit
Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit yakni
yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada
pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar.  Pemanfaatan lingkungan akan
menghasilkan proses dan hasil belajar yang  lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa
dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga
lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat
dipertanggungjawabkan.
2.   Integratif
Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu
keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini
melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian.
3.  Hierarkis
Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai
dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal
tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan
cakupan keluasan serta kedalaman materi .

Hakikat Pembelajaran Di Kelas Tinggi
Kita telah membahas hakikat pembelajaran di kelas rendah. Usia kelas rendah ( 1, 2, 3 ) masih berada pada rentang usia dini, yang berada dalam rentang usia 6-9 tahun. Pada bahasan berikutnya kita akan membahas tentang hakikat pembelajaran di kelas tinggi. Apakah terdapat perbedaan antara pembelajaran di kelas rendah dan kelas tinggi? Coba anda maknai hakikat pembelajaran di kelas rendah agar anda dapat mengidentifikasi perbedaan dan persamaannya. Beberapa landasan psikologis dalam pembelajaran yang telah diuraikan pada hakikat pembelajaran di kelas rendah, teori-teori belajar tersebut sangat berpengaruh pada pembelajaran di kelas tinggi. Apabila dikaitkan dengan tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget rentang usia siswa kelas tinggi (4, 5, dan 6) SD berada dalam rentang usia 9-14 tahun. Rentang usia tersebut menurut Piaget termasuk dalam tahap operasi konkret dan operasi formal. Udin Wiranataputra (1997) mengemukakan bahwa: Tahap operasi formal merupakan tahap perkembangan kognitif paling tinggi dan merupakan tahap lebih matang dan lebih kompleks daripada tahap sebelumnya. Pada tahap ini mulai berkembang pemikiran tentang masa depan dan peran dewasa, kemampuan berfikir logis mengenai berbagai kemungkinan dan penalaran hipotesis ke pemikiran konkret. Misalnya pada tahap ini anak mulai punya cita-cita ingin meneruskan sekolah ke mana atau mau bekerja sebagai apa. Kemudian bila ia mengenal tiga warna; hijau, kuning, dan merah ia dapat membuat kombinasi warna hijau-kuning, hijau-merah, dan kuning-merah. Dengan demikian ia mengenal enam kelompok warna. 
Secara lebih rinci Carin (1793;57) dalam Iskandar (1996:8) dalam Udin Wiranataputra (1997) menguraikan ciri-ciri anak pada tahap operasi formal dan seterusnya sebagai berikut:
1. Mempergunakan pemikiran tingkat yang lebih tinggi yang terbentuk pada tahap sebelumnya.
2. Membentuk hipotesis melakukan penyelidkan/penelitian terkontrol dapat menghubungkan bukti dengan teori.
3. Dapat bekerja dengan ratio proporsi, dan probabilitas.
4. Membangun dan memahami penjelasan yang runit mencakup rangkaian deduktif dari logika (garis bawah dari penulis).
Pemkiran yang lebih tingi bersifat abstrak atau konseptual yang berbeda dari pemikiran yang konkret. Contohnya anak mulai dapat menghitung lama tempuh dari kota A ke kota B, dengan mengetahui jarak kota A dan kota B dan rata-rata kecepatan tempuh per jam. Anak tidak harus melakukannya sendiri berjalan atau berkendaraan dari kota A ke kota B. Itulah cara berfikir abstrak atau konseptual. Sedangkan hipotesis adalah salah satu bentuk proses konseptualisasi berupa merumuskan jawaban sementara atau dengan yang memerlukan pengujian dengan atau informasi. Misalnya bila ada sepiring nasi dan yang perlu makan 5 orang, dapat diduga bahwa setiap orang tidak akan merasa kenyang. Untuk mengujinya harus dicoba membagi sepiring nasi kepada anak yang sama usianya dan sama –sama merasa lapar. Bila ternyata dengan itu benar, artinya sesuai dengan pembuktian, hipotesis itu dapat disebut teas atau tesis atau kesimpulan teruji. Di lain pihak cara bekerja dengan ratio dapat dicontohkan sebagai berikut. Bila ada sebuah apel akan dimakan oleh tiga orang dengan hal yang sama, tentu saja setiap orang akan mendapat sepertiganya. Sedang yang dimaksud rangkaian logika deduktif adalah cara berfikir dari hal umum ke hal khusus atau dari teori ke fakta atau kenyataan. Misalnya ketika seorang guru akan menjelaskan tentang Zakat guru tersbut akan menjelaskan konsep zakat, baru ke atribut dari jakat itu apa saja. Akhirnya siswa secara logika bisa memahami bahwa zakat memerlukan perhitugan logis berasarkan ketentuan.. Karakteristik perkembangan berfikir anak usia kelas 4, 5, 6, sebagaimana telah kita bahas di muka memiliki implikasi terhadap proses pembelajaran yang harus dirancang. Bila di kelas 1, 2, 3 anak belajar melalui kegiatan yang banyak melibatkan pengalaman langsung dan belajar menyenagkan atau ( fun learning ) maka siwa kelas tinggi maka siswa kelas 4, 5, 6 anak perlu dikondisikan untuk dapat melakukan berbagai kegiatan yang menatang dan siswa sudah mulai melakukan percobaan atau eksperimen dan belajar memecahkan masalah. Dengan cara itu anak dapat membangun pengetahuan melalui penalaran abstrak dan konkret atau deduktif dan induktif.  















BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Belajar merupakan suatu proses yang harus di tempuh oleh siswa, tetapi esensi dan hakikatnya harus dipahami oleh guru agar dalam pelaksanaannya guru dapat mengelola dan membimbing proses pembelajaran sesuai dengan kaidah-kaidah belajar yang efektif. Di samping itu guru akan dapat menciptakan kondisi dan suasana belajar yang optimal dalam rangka mendukung proses guna mencapai hasil belajar yang di harapkan. Ada 4 teori belajar yang dapat diterapkan dalam pembelajaran di sekolah dasar yang bisa kita pelajari. Misalnya ada teori disiplin mental, itu bisa mewujudkan sikap dan mental disiplin untuk peserta didik.

B.       Saran
Jadi sebagai seorang guru kita harus memberikan pembelajaran pada siswa untuk masa depan mereka. Menciptakan peserta didik yang mampu berpikir rasional dan bisa belajar efektif. Guru mampu menciptakan suasana kelas yang kondusif agar peserta didik merasa nyaman dalam belajar.


















DAFTAR PUSTAKA




Tidak ada komentar:

Posting Komentar