BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses belajar
mengajar merupakan rangkaian kegiatan komunikasi antara siswa dengan
guru. Proses belajar mengajar dikatakan
efektif apabila terjadi transfer belajar yaitu materi pelajaran
yang disajikan guru dapat diserap ke dalam struktur kognitif
siswa. Siswa dapat mengetahui materi
tersebut tidak hanya terbatas pada tahap ingatan saja tanpa
pengertian (rote learning) tetapi bahan pelajaran dapat diserap secara bermakna
(meaning learning). Agar terjadi transfer belajar yang efektif, maka kondisi
fisik dan psikis dari setiap individu siswa harus sesuai dengan
materi yang dipelajarinya.
Dalam
pembelajaran di sekolah guru hendaklah
memilih dan menggunakan strategi pendekatan,
metode dan teknik yang banyak melibatkan siswa aktif
dalam belajar, baik mental, fisik, maupun sosial. Menurut petunjuk
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di sekolah,
penerapan strategi yang dipilih dalam
pembelajaran harus bertumpu pada dua hal yaitu
optimalisasi interaksi semua unsur pembelajaran,
dan optimalisasi keterlibatan seluruh indra siswa.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang di atas, dapat
ditentukan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Apa
yang dimaksud belajar?
2.
Bagaimana
Karakteristik Belajar di Sekolah Dasar?
3.
Apa
saja tahapan perkembangan siswa Sekolah Dasar?
4.
Bagaimana
karakteristik pembelajaran di Sekolah Dasar/
1.3 Tujuan
Berdasarkan
Rumusan Masalah di atas, penulis menentukan tujuan sebgai berkut :
1. Untuk mengetahui Pengertian Belajar
2. Untuk mempelajari karakteristik peserta didik
dalam belajar di sekolah dasar
3. Untuk mengetahui tahapan-tahapan perkembangan
siswa Sekolah Dasar
4. Untuk mempelajari karakteristik pembelajaran di
sekolah dasar
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Belajar
Belajar
merupakan suatu proses yang harus di tempuh oleh siswa, tetapi esensi dan
hakikatnya harus dipahami
oleh guru agar dalam pelaksanaannya guru dapat mengelola dan membimbing proses
pembelajaran sesuai dengan kaidah-kaidah belajar yang efektif. Di samping itu
guru akan dapat menciptakan kondisi dan suasana belajar yang optimal dalam
rangka mendukung proses guna mencapai hasil belajar yang di harapkan.
1. Pengertian
Belajar
Menurut definisi lama,
yang dimaksud dengan belajar adalah
menambah dan mengumpulkan pengetahuan. Yang diutamakan dalam definisi ini
adalah penguasaan pengetahuan sebanyak-banyaknya untuk menjadi cerdas dan
membentuk intelektual, sedangkan sikap dan keterampilan di abaikan. Siswa lebih
banyak menerima dan menghafal pengetahuan
yang diberikan melalui beberapa mata pelajaran, bahkan hanya
mengingat-ingat semua pengetahuan yang dibacanya. Jadi, hasil bacaan
diulang-ulang kemudian diekspresikan secara otomatis. Jadi, hasil bacaan
diulang-ulang kemudian diekspresikan secara otomatis. Akibat cara belajar
seperti ini, aspek pemahaman siswa kurang di perhatikan karena lebih
diutamakann hasil hafalan atau penerimaan informasi yang berkaitan dengan
stimulus dan respon (S-R) yang di bagun.
Pendapat modern yang muncul pada abad 19,
menganggap bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku (a change in behaviour. Belajar
merupakan proses perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui latihan dan
perubahan yang disebabkan karena ada dukungan dari lingkungan yang positif yang
menyebabkan terjadinya interaksi edukatif. Perubahan tersebut terjadi secara
menyeluruh meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Pendapat lain
mengatakan bahwa belajar adalah proses pengalaman (learning is experiencing), artinya belajar itu adalah interaksi
antara individu dengan lingkungannya. Dalam interaksi tersebut terjadi proses
mental, intelektual, emosional yang pada akhirnya menjadi suatu sika,
pengetahuan, dan keterampilan yang dimilikinya. Contohnya adalah seseorang yang sedang bermain badminton. Ia akan
melakukan latihan mengayunkan raket dengan cara memegang yang benar, menepuk
bola, backhand, dan forehand yang merupakan pengalaman belajar.
Dari
contoh tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses yang
kompleks, berlangsung secara terus
menerus, dan melibatkan berbagai lingkungan yang di butuhkannya. Belajar itu
suatu proses mereaksi, mengalami, berbuat dan bekerja yang menghasilkan
kemampuan yang utuh. Tidak semua perubahan tingkah laku merupakan hasil
belajar seperti yang bersifat dramatik
lainnya misalnya, perubahan tingkah laku
disebabkan karena kerusakan organ tubuh atau sistem syaraf atau yang disebabkan
karena penggunaan obat-obatan. Jadi dapat dikatakan hasil belajar terjadi
karena adanya proses mereaksi (menyikapi), mengalami, berbuat dan mengalami
sesuatu yang dilakukan secara sadar. Indikasi lain dari hasil belajar adalah
adanya perubahan tingkah laku atau perubahan kemampuan seseorang yang dapat
bertahan dan bukan karena hasil pertumbuhan.
Definisi
belajar yang umum di terima saat ini adalah bahwa belajar adalah suatu usaha
yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru, secara keseluruhan sebagai pengalaman individu itu sendiri dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Proses perubaha tingkah laku merupakan
gambaran terjadinya rangkaian perubahan dalam kemampuan siswa. Hal ini dapat di
lihat dari perbandingan kemampuan sebelumnya
degan kemampuan setelah mengikuti pembelajaran. Belajar merupakan suatu proses
yang terarah kepada pencapaian tujuan atau kompetisi yang telah ditetapkan.
2. Hakikat
Belajar
Belajar
dapat dikatakan sebagai suatu proses. Guru harus dapar membimbing dan
memfasilitasi siswa supaya siswa dapat
melakukan proses-proses tersebut. Proses belajar harus dapat dilakukan secara
efektif agar terjadi adanya perubahan tingkah laku siswa yang disebabkan oleh
proses-proses tersebut. Seseorang dikatakan beajar apabila melakukan proses
tersebut secara sadar dan melakukan perubahan tingkah laku siswa yang di
peroleh berdasarkan interaksi dengan lingkungan. Perwujudan perubahan tingkah
laku dari hasil belajar adalah adanya peningkatan kemampuan siswa sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkn. Perubahan tersebut sebagai perubahann yang di
sadarii, relatif bersifat permanen, kontinu dan fungsional.
Ada
4 pilar yang perlu di perhatikan dalam belajar yaitu learning to know, learning to do, learning to live together dan
learning to be.
Learning to know artinya
belajar untuk mengetahui. Yang menjadi target dalam belajar adalah adanya
proses pemahaman sehingga belajar tersebut dapat mengantarkan siswa untuk mengetahui
dan memahami substansi materi yang di pelajarinya. Belajar itu sendiri harus di gambarkan sebagai suatu peristiwa
yang dapat merangsang rasa ingin tahu siswa sehingga siswa harus merasa bahwa
belajar itu sebagai suatu proses yang berkelanjutan.
Learning to do artinya
belajar untuk berbuat. Yang menjadi target dalam belajar adalah proses
melakukan atau proses berbuat. Dalam hal ini siswa harus dapat mengerjakan,
menerapkan, menyelesaikan persoalan,melakukan eksperimen, penyelidikan,
penemuan, pengamatan, stimulasi dan sejenisnya.
Learning to live together artinya
belajar untuk hidup bersama. Yang menjadi target dalam belajar adalah siswa
memiliki kemampuan untuk hidup bersama atau mampu hidup dalam kelompok. Dalam
hal ini siswa harus dibekali dengan pengalaman-pengalaman melakukan tanggung
jawab dalam kelompok, memahami pendapat orang lain, menerapkan sikap toleransi,
memahami asas dalam kelompok serta memahami dan merasakan kesulitan orang lain.
Learning to be artinya belajar untuk menjadi. Yang menjadi target dalam belajar adalah
mengantarka siswa untuk mejadai individu yang utuh sesuai dengan potensi, bakat, minta dan kemampuannya. Hasil belajar
yng diperoleh benar-benar bermakna dalam kehidupannya maupun bagi kehidupan
untuk orang lain, sehingga dapat mengantarkan siswa menjadi manusia yang
mandiri dan mampu mengenal, mengarahkan dan merencanakan dirinya sendiri. Semua
itu harus dapat di terapkan pada proses belajar di sekolah dasar baik dalam
kelas maupun di luar kelas.
3. Faktor
–faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Keberhasilan
belajar sangant dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor dalam diri siswa sendiri (intern) dan faktor dari luar diri siswa
(ekstern).
a. Faktor
dari dalam diri siswa yang berpengaruh terhadap hasil belajar di antaranya
adalah kecakapan, minta, bakat, usaha, motivasi, perhatian, kelemahan dan
kesehatanserta kebiasaan siswa. Salah satu hal penting dalam kegiata belajar
yang harus ditanamkan dalam diri siswa bahwa belajar yang dilakukannya merupakan kebutuhan
dirinya. Minat belajar berkaitan dengan seberapa besar individu merasa suka terhadap
suatu materi yang di pelajari siswa. Minat inilah yang harusnya dimunculkan
dalam diri siswa. Minat, motivasi dan perhatian siswa dapat dikondisikan oleh
guru. Setiap individu memiliki kecakapan (abillity)
yang berbeda-beda. Kecakapan tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan
kecepatan belajar, yakni sangat cepat, sedang, dan labat. Demikian pula
pengelompokan kemampuan siswa berdasarkan kemampuan penerima, misal proses
pemahamannya harus dengan cara perantara visual, verbal dan atau harus di bantu
dengan alat/media.
b.
Faktor dari luar diri
siswa yang mempengaruhi hasil belajar diantaranya adalah lingkungan fisik dan
non fisik (termasuk suasana kelas dalam belajar ), lingkungan sosial budaya,
lingkungan keluarga, program sekolah (termasuk dukungan komite sekolah), guru,
pelaksanaan pembelajaran dan teman sekolah. Guru adalah teman yang paling
berpengaruh terhadap proses maupun hasil belajar sebab guru merupakan manajer
dalam kelas. Untuk memahami faktor intern yang mempengaruhi hasil belajar siswa
guru dapat melakukan berbagai pendekatan di antaranya dengan wawancara,
observasi, kunjungan rumah, dokumentasi, atau isian berupa angket (kuesioner)
B.
Karakteristik
Belajar di Sekolah Dasar
Proses
belajar merupakan rangkaian kegiatan dalam belajar, esensinya adalah rangkaian
yang dilakukan siswa dalam upaya mengubah perilaku yang dilakukan secara sadar
melalui interaksi dengan lingkungan. Proses belajar mangajar di sekolah sangat
dipengaruhi oleh desain pelajaran dan strategi yang diterapkan oleh guru dalam
pembelajaran. Rangkaian aktivitas yang ditempuh siswa dalam belajar harus
sistematis dan sistematik serta sesuai dengan tingkatan atau fase perkembangan
siswa.
1.
Proses Belajar
Berdasarkan Teori dan Proses Belajar
Proses
belajar yang baik adalah proses belajar yang dapat memberikan kesemptan pada
siswa untuk dapat berpartisispasi aktif untuk mempelajari suatu kejadian alam,
budaya atau sosial. Proses belajar harus dapat memberikan kesempatan pada siswa
untuk berpartisipasi aktif untuk mempelajari suatu kejadian alam, budaya atau
sosial. Proses belajar juga harus dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk
menemukan dan mencari sendiri suatu informasi untuk diolah menjadi konsep,
prinsip dan generalisasi. Proses belajar sangat dipengaruhi dengan pendekatan
atau strategi belajar yang digunakan
dalam pembelajaran. Teori belajar yang dianut guru akan memberikan warna dalam
implementasi proses belajar, karena berpengaruh terhadap bahan yang dipelajari,
proses yang dilakukan dan hasil yang diinginkan. Berikut ini adalah teori belajar yang dapat
dikaji sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan proses belajar di sekolah
dasar.
a.
Teori
Belajar Disiplin Mental
Teori belajar disiplin mental, merupakan salah satu pandangan yang
mula-mula memberikan definisi tentang belajar yang disusun oleh filsuf Yunani
bernama Plato. Pandangan filsafatnya yaitu tentang idealisme yang melukiskan
pikiran dan jiwa yang bersifat dasar bagi segala sesuatu yang ada. Idealisme
hanyalah ide murni yang ada di dalam fikiran, karena pengetahuan orang berasal
dari ide yang ada sejak kelahirannya. Belajar dilukiskan sebegai pengembangan
oleh fikiran yang bersifat keturunan. Kepercayaan ini kemudian dikenal sebagai
konsep “Disiplin Mental” (Bell Gredler, 1994:21).
Teori ini bertujuan untuk pembentukan kemampuan siswa, melatih daya-daya yang
dimiliki siswa yang termasuk dalam proses penting dalam pembelajaran.
b.
Teori
Belajar Asosiasi
Rumpun
teori belajar ini identik dengan teori behaviorisme yang biasa disebut S-R
Bond. Teori belajar asosiasi ini berdasarkan pada perubahan tingkah laku yang
menekankan pola perilaku baru yang di ulang-ulang sehingga menjadi aktivitas
yang otomatis. Dalamm teori ini ebelajar lebih mengutamakan stimulus-respon
yang membentuk kemampuan siswa secara spesifik dan terkontrol. Hhukuman
(punishment) dan ganjaran (reward) merupakan penguatan (reinforcement) yang
dipakai. Pelopor aliran ini adalah Edward L. Thorndike. Ada tiga hukum yang
dikemukakannya yaitu :
1) Hukum
kesiapan (Law of readiness) bahwa hubungan antara stimulus dan respon akan
terbentuk apabila telah ada kesiapan pada sistem syaraf individu.
2) Hukum
latihan atau pengulangan (law of exercise or repetition) bahwa hubungan antar
stimulus dan respon akan terbentuk apabila sering dilatih atau di ulang-ulang.
3) Hukum
akibat (law of effect) hubungan antara stimulus dan respon akan terjadi apabila
adanya akibat yang menyenangkan. Bila stimmulus dan respon tersebutdihargai
negatif, akan terjadi penurunan motivasi.
Karakteristik
teori belajar ini adalah :
1) Menekankan
perubahan tingkah laku yang dapat diamati dan terukur.
2) Adanya
ganjaran dan hukuman sebagai cara untuk memperkuat perilaku.
3) Perancanaan
mengajar sangat khusus.
4) Mengakibatkan
kemampuan berfikir siswa.
Adapun
proses belajar dalam aliran ini dalam penerapannya memerlukan pengkondisian
yang mendalam dari guru diantaranya proses belajar harus dipersiapkan secara
sistematis dan terarah berdasarkan tujuan yang jelas dan terukur, strategi
belajar dipersiapkan lebih teliti dalam proses belajar diperlukan adanya pujian
dan ganjaran, proses pembelajaran selalu diawali dengan stimulus-stimulus,
aspek siswa (psikologis maupun intelektual) kurang diperhatikan. Dengan
demikian terlihat bahwa dalam teori belajar ini lebih mementingkan produk,
hasil belajar dan penguasaan sejumlah pengetahuan siswa, sementara proses
terbaikan.
c.
Teori
Insight
Menurut
teori ini belajar addalah mengubah pemahaman siswa. Perubahan ini akan terjadi
apabila siswa menggunakan lingkungan. Perlu dipahami bahwa proses belajar yang
baik adalah proses belajar yang dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk
berpartisipasi aktif dalam mempelajari suatu kejadian alam, budaya, atau
sosial. Proses belajar harus memberikan
kesempatan pada siswa untuk menemukan dan mencari sendiri informasi
untuk diolah menjadi prinsip dan generalisasi.
d.
Teori
Belajar Gestalt
Menurut
teori belajar ini siswa merupakan individu yang utuh. Oleh karenanya, belajar
lebih mengutamakan keseluruhan, kemudian melihat bagian-bagiannya yang
mengandung makna dan hubungan. Masalah yang dijadikan topik adalah
masalah-masalah sosial yang sedang hangat terjadi serta berdasarkan pada
kebutuhan dan minat siswa. Pengalaman kemampuan memecahkan masalah merupakan
proses berfikir tingkat tinggi. Pemahaman yang bermutu tinggi adalah pemahaman
yang telah teruji, berisikan kecakapan menggunakan data, fakta, proses, prinsip
dan generalisasi dalam berbagai situasi kehidupan, siswa belajar melakukan
pemecahan masalah (problem solving), melakukan penyelidikan (inquiri) melakukan
penemuan (discovery) dan kajian (investigation). Sudah dapat dipastikan bahwa
transfer akan terjadi bila pengetahuan dapat di terapkan dalam situasi baru.
Untuk itu siswa diarahkan menggunakan pengetahuan pada kehidupan dan
lingkungannya. Karena teori belajar Gestalt memandang bahwa siswa sebagai
individu yang utuh dan menyeluruh maka
penyelesaian masalah maupun kajian yang dilakukan siswa dapat menggunakan
berbagai pendekatan disiplin ilmu secara terpadu dan menyeluruh. Belajar
terpadu atau tematik dan belajar kontekstual, banyak dikembangkan disekolah
saat ini, landasa n teori belajarnya adalah teori Gestalt dengan menganut
belajar konstruktivis. Konstruktivis artinya pengetahuan dibangun dan
dikembangkan oleh siswa sendiri dengan memanfaatkan unsur lingkungan secara
maksimal. Dalam hak ini peran guru lebuh banyak membimbing dan memfasilitasi
siswa secara maksimal agar terjadi proses belajar yang optimal dan efektif.
Menurut
Gagne ada 8 tipe belajar yang dapat dilakukan siswa, yaitu :
a. Signal
Learning (belajar melalui isyarat)
Tipe ini yang dapat
membentuk perilaku melalui sinyal atau isyarat sehingga terbentuk sikap
tertentu, tetapi respon yang ditimbulkan dapat bersidar umum, tidak jelas,
bahkan emosional.
b. Stimulus-respon
Learning (belajar melalui rangsangan tindak balas)
Tipe ini yang dapat
membentuk oerilaku melalui pengkondisian stimulus untuk menghasilkan suatu
tindak balas (respon). Respon tersebut bersifat spesifik, jelas, dan dapat
diperkuat dengan ganjaran (reward).
c. Chaining
Learning (belajar melalui perangkaian)
Tipe ini yang dapat
membentuk perilaku melalui beberapa stimulus-respons yang berangkai dalam
bahasa juga dalam perbuatan..
d. Verbal
association learning (belajar melalui perkaitan verbal)
Tipe ini yang dapat
membentuk perilaku melalui perkaitan
verbal. Tipe belajar ini dibentuk
melalui stimulus respon.
e. Discrimination
Learning (belajar melalui membeda-bedakan)
Tipe ini dapat
membentuk perilaku melalui proses membeda-bedakan objek yang abstrak maupun
konkret. Siswa dapat belajar secara sintesis karena dapat membeda-bedakan
beberapa objek.
f. Concept
Learning (belajar melalui konsep)
Tipe ini dapat
membentuk perilaku melalui pemahaman terhadap suatu benda, peristiwa, kategori,
golongan, dan suatu kelompok. Yang dimaksud konsep itu sendiri adalah
karakteristik, atribut atau definisi suatu objek.
g. Rule
Learning (belajar melalui aturan-aturan)
Tipe ini dapat membentuk perilaku melalui aturan.
Belajar melalui aturan merupakan proses belajar yang membentuk kemampuan siswa
supaya memahami aturan-aturan dan mampu menerapkannya. Belajar melalui aturan
berarti belajar melalui dalil-dalil, rumus-rumus dan ketentuan.
h. Problem
solving learning (belajar melalui pemecahan masalah)
Tipe belajar ini dapat
membentuk perilaku melalui kegiatan pemecahan masalah. Tipe belajar ini
merupakan tipe belajar yang membentuk siswa berfikir ilmiahdan kritis dan
termasuk dalam belajar yang menggunakan pemikiran atau intelektual tinggi. Tipe
belajar ini memberikan pemahaman yang
lama jika dibandingkan dengan tipe belajar yang lainnya.
e.
Hasil
Belajar
Hasil belajar merupakan
kulminasi dari suatu proses yang telah dilakukan dalam belajar. Hasil belajar
harus menunjukkan suatu perubahan tingkah laku atau perolehan perilaku yang
baru dari siswa yang bersifat menetap, fungsional, positif dan di sadari.
Bentuk perubahan tingkah laku harus menyeluruh sehingga menunjukkan perubahan
tingkah laku. Romizoswkin(1982) menyebutkan dalam skema kemampuan yang dapat
menunjukkan hasil belajar yaitu :
1) Keterampilan
kognitif berkaitan dengan kemampuan membuat keputusan memecahkan masalah dan
berfikir logis.
2) Keterampilan
psikomotor berkaitan dengan kemampuan tindakan fisik dan kegiatan perseptual.
3) Keterampilan
reaktif berkaitan dengan sikap ,
kebijaksanaan, perasaan dan self kontrol.
4) Keteramilan
interaktif berkaitan dengan kemampuan sosial dan kepemimpinan
Gagne menyebutkan ada
lima tipe hasil belajar yang dapat di capai oleh siswa yaitu : mother skills,
verbal information, intelectual skills, attitudes dan cognitive strategis.
Seperti
yang telah dikemukakan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku secara
menyeluruh bukan hanya pada satu aspek saja tetapi terpadu secara utuh. Untuk
melihat hasil belajar yang berkaitan dengan kemampuan berrfikir kritis dan
ilmiah pada siswa sekolah dasar, dapat dikaji proses maupun hasil berdasarkan
kemampuan membaca, mengamati dan atau menyimak apa yang dijelaskan atau
diinformasikan, kemampuan mengidenttifikasi atau membuat sejumlah (sub-sub)
pertanyaan berdasarkan substansi yang dibaca, diamati dan atau didengar,
kemampuan mengorganisasi hasil-hasil identifikasi dan mengkaji dari sudut
persamaan dan perbedaan dan kemampuan melakukan kajian secara menyeluruh.
C.
Tahapan
Perkembangan Siswa Sekolah Dasar
1.
Perkembangan Fisik
Perkembangan ini berkaitan dengan
perkembangan berat, tinggi badan, dan perkembangan motorik. Siswa pada tingkat
Sekolah Dasar, kemampuan motoriknya mulai lebih halus dan terahrah, tetapi
berat badan siswa laki-laki lebih ramping dari pada siswa perempuan karena masa
adolesen perempuan lebih cepat dari pada laki-laki. Gerakan-gerakan yang
dilakukan siswa sudah mulai mengarah pada gerakan yang kompleks, rumit, dan
cepat serta sudah mampu menjaga keseimbangan dengan tepat. Pada usia ini siswa
dianggap memiliki perkembangan yang sesuai untuk melakukan kegiatan motorik
halus dan kompleks.
2. Perkembangan
Sosial
Perkembangan
sosial siswa pada tingkat Sekolah Dasar sudah terasa ada pemisah kelompok jenis
kelamin (separation of sexes)
sehingga dalam pengelompokan, siswa lebih senang berkelompok berdasarkan jenis
kelamin padahal kurang sesuai menurut kriteria pengelompokan belajar. Rasa
kepemimpinannya sangat tinggi dan ini perlu dikembangkan supaya siswa lebih
mampu mengatur diri sendiri dan mengatur orang lain. Rasa kerjasama dan empati
sudah mulai tumbuh dalam usia ini walaupun konflik dan rasa persaingan tetap
masih berlangsung dalam dirinya. Dalam usia ini sudah dapat ditumbuhkembangkan
kemampuan-kemampuan sosial siswa.
3. Perkembangan
Bahasa
Pada
masa ini perkembangan bahasa siswa terus berulang secara dinamis. Dilihat dari
cara siswa berrkomunnikasi menunjukkan bahwa mereka sudah mampu menggunakan
bahasa yang halus dan kompleks. Siswa di kelas tinggi rata-rata perbendaharaan
kosa katanya meningkat menjadi sekitar 50.000 kata. Disamping itu dalam usia
ini siswa sudah mulai berfikir dalam menggunakan kata-kata. Pada kelas tinggi
di sekolah dasar gaya bicaranya egosentris (egosentriss style) ke gaya bicara
sosial (social speech). Pada kelas rendah di sekolah dasar siswa sudah mampu
membaca dan dan mampu menganalisis kata-kata serta mengalami peningkatan
kemampuan dalam tata bahasa. Pada usia 6 sampai 10 tahun penggunaan kalimat
tidak lengakp sudah berkurang sehingga siswa sudah bisa menggunakan kalimat
yang panjang, lengkap dan benar. Disamping itu siswa dalam usia tersebut sudah
mampu menggunakan kata sifat, bahkan sudah mulai memahami kata-kata yang
sebelumnya tidak jelas baginya.
4. Perkembangan
Kognitif
Perkembangan
kognitif pada siswa Sekolah Dasar berlangsung secara dinamis. Untuk itu
menumbuhkembangkan kemampuan kognitif dalam fase konkret operasional pada siswa
SD acuannya adalah terbentuknya hubungan-hubungan logis diantara konsep atau
skema.
Menurut
piaget, bahwa pada usia SD siswa akan memiliki kemampuan berfikir operasional
konkret yang disebut pula sebagai masa performing operation. Pada tahap ini
siswa sudah mampu menyelesaikan tugas, menggabungkan, menghubungkan,
memisahkan, menyusun, menderetkan,
melipat dan membagi.
5. Perkembangan
Moral
Perkembangan
moral yang harus dimiliki siswa SD adalah kemampuan bertindak menjadi orang
baik. Tindakan yang dilakukan selalu berorientasi pada orang lain yang dianggap
bertindak baik. Tidak hanya itu, pada usia SD siswa harus mampu berperilaku
baik menurut orang lain seperti menunaikan kewajibann, menghormati otoritas dan
memelihara ketertiban sosial. Bahkan pada tahap ini dapat ditanamkan rasa
kebersamaan kemampuan saling menghargai.
6. Perkembangan
Ekspresif
Pola
ini, siswa SD dapat dilihat dari kegiatan ungkapan bermain dan kegiatan seni
(art). Dalam dirinya sudah timbul keinginan menjadi orang yang terkenal.
Misalnya, sudah mulai belajar musik, bernyanyi, olahraga bahkan bela diri. Akan
tetapi dalam bermain siswa selalu memilih permaian berdasarkan posisi gender.
7. Aspek
Intelegensi
Dalam
psikologi teori Gardner (Utami Munandar, 1999; 265) aspek intelegensi tersebut
di antaranya adalah :
a. Intelegensi
linguistik yaitu suatu kemampuan untuk menggunakan bahasa, termasuk kepekaan
terhadap suara, ritme, makna kata-kata dan kegunaan fungsi bahasa
b. Intelegensi
logis-matematis yaitu kemampuan untuk menjajaki pola-pola, kategori dan
hubungan dengan manipulasi objek atau simbol.
c. Intelegensi
spasial yaitu kemampuan untuk mengamati secara mental, memanipuasi bentuk dan
objek; atau kemampuan mempersepsi dunia ruang visual.
d. Intelegensi
musik yaitu untuk menikmati, mempertunjukkan atau merubah musik termasuk
kemampuan menghasilkan dan mengekspresikan ritme nada.
e. Intelegensi
fisik-kinestetik yaitu untuk menggunakan keterampilanmotorik halus dan kasar
dalam olahraga dan seni dan produk seni,
f. Intelegensi
intrapribadi yaitu kemampuan untuk memperroleh akses terhadap pemahaman
perasaan, impian dan gagasan diri sendiri dan memahami kekuatan dan kelemahan
diri sendiri.
g. Intelegensi
interpribadi yaitu kemampauan mengamati dan merespon suasana hati, tempramen
dan motivasi orang lain serta memahami hubungan dengan orang lain.
8. Aspek
Kebutuhan Siswa
Secara
umum ada dua kebutuhan siswa. Yang pertama psiko-biologis yang dinyatakan dalam
keinginan, minat, tujuan, harapan dan masalahnya. Yang kedua sosial yang
berkaitan dengan tuntutan lingkungan masyarakat, biasanya menurut pandangan
orang dewasa.
D.
Karakteristik
Pembelajaran di Sekolah Dasar
1. Karakteristik
Pembelajaran Di Kelas Rendah
Pembelajaran di kelas rendah dilaksanakan
berdasarkan rencana pelajaran yang telah dikembangkan oleh guru. Proses
pembelajaran harus dirancang guru sehingga kemampuan siswa, bahan ajar, proses
belajar, dan sistem penilaian sesuai dengan tahapan perkembangan siswa. Hal
lain yang harus dipahami, yaitu proses belajar harus dikembangkan secara
interaktif. Dalam hal ini, guru memegang peranan penting dalam menciptakan
stimulus respon agar siswa menyadari kejadian di sekitar lingkungannya. Siswa
kelas rendah masih banyak membutuhkan perhatian karena focks konsentrasinya
masih kurang, perhatian terhadap kecepatan dan aktivitas belajar juga masih
kurang. Hal ini memerlukan kegigihan guru dalam menciptakan proses belajar yang
lebih menarik dan efektif. Piaget (1950)
menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan
dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori
perkembangan kognitif). Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang
disebut schemata, yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil
pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek
tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan
konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan
akomodasi (proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk menafsirkan
objek). Kedua proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat
pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan
cara seperti itu secara
bertahap anak dapat membangun
pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan uraian
tersebut, maka perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari
dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan
karena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan
lingkungannya. Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasional
konkret. Pada rentang usia tersebut anak
mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut: (1) Mulai memandang dunia
secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara
reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, (2) Mulai berpikir secara
operasional, (3) Mempergunakan cara berpikir operasional untuk
mengklasifikasikan benda-benda, (4) Membentuk dan mempergunakan keterhubungan
aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab
akibat, dan (5) Memahami konsep substansi, volume zat cair, panj ang, lebar,
luas, dan berat.
Memperhatikan tahapan
perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar
memiliki tiga ciri, yaitu:
1.
Konkrit
Konkrit mengandung
makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit yakni
yang
dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik
penekanan pada
pemanfaatan
lingkungan sebagai sumber belajar.
Pemanfaatan lingkungan akan
menghasilkan
proses dan hasil belajar yang lebih
bermakna dan bernilai, sebab siswa
dihadapkan
dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga
lebih
nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat
dipertanggungjawabkan.
2. Integratif
Pada tahap usia sekolah
dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu
keutuhan,
mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini
melukiskan
cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian.
3. Hierarkis
Pada tahapan usia
sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai
dari
hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal
tersebut,
maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan
cakupan
keluasan serta kedalaman materi .
Hakikat
Pembelajaran Di Kelas Tinggi
Kita
telah membahas hakikat pembelajaran di kelas rendah. Usia kelas rendah ( 1, 2,
3 ) masih berada pada rentang usia dini, yang berada dalam rentang usia 6-9
tahun. Pada bahasan berikutnya kita akan membahas tentang hakikat pembelajaran
di kelas tinggi. Apakah terdapat perbedaan antara pembelajaran di kelas rendah
dan kelas tinggi? Coba anda maknai hakikat pembelajaran di kelas rendah agar
anda dapat mengidentifikasi perbedaan dan persamaannya. Beberapa landasan
psikologis dalam pembelajaran yang telah diuraikan pada hakikat pembelajaran di
kelas rendah, teori-teori belajar tersebut sangat berpengaruh pada pembelajaran
di kelas tinggi. Apabila dikaitkan dengan tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget rentang usia siswa kelas tinggi (4, 5, dan 6) SD berada
dalam rentang usia 9-14 tahun. Rentang usia tersebut menurut Piaget termasuk
dalam tahap operasi konkret dan operasi formal. Udin Wiranataputra (1997)
mengemukakan bahwa: Tahap operasi formal merupakan tahap perkembangan kognitif
paling tinggi dan merupakan tahap lebih matang dan lebih kompleks daripada
tahap sebelumnya. Pada tahap ini mulai berkembang pemikiran tentang masa depan
dan peran dewasa, kemampuan berfikir logis mengenai berbagai kemungkinan dan
penalaran hipotesis ke pemikiran konkret. Misalnya pada tahap ini anak mulai
punya cita-cita ingin meneruskan sekolah ke mana atau mau bekerja sebagai apa.
Kemudian bila ia mengenal tiga warna; hijau, kuning, dan merah ia dapat membuat
kombinasi warna hijau-kuning, hijau-merah, dan kuning-merah. Dengan demikian ia
mengenal enam kelompok warna.
Secara
lebih rinci Carin (1793;57) dalam Iskandar (1996:8) dalam Udin Wiranataputra (1997)
menguraikan ciri-ciri anak pada tahap operasi formal dan seterusnya sebagai
berikut:
1. Mempergunakan pemikiran tingkat
yang lebih tinggi yang terbentuk pada tahap sebelumnya.
2. Membentuk hipotesis melakukan
penyelidkan/penelitian terkontrol dapat menghubungkan bukti dengan teori.
3.
Dapat bekerja dengan ratio proporsi, dan probabilitas.
4. Membangun dan memahami
penjelasan yang runit mencakup rangkaian deduktif dari logika (garis bawah dari
penulis).
Pemkiran
yang lebih tingi bersifat abstrak atau konseptual yang berbeda dari pemikiran
yang konkret. Contohnya anak mulai dapat menghitung lama tempuh dari kota A ke
kota B, dengan mengetahui jarak kota A dan kota B dan rata-rata kecepatan
tempuh per jam. Anak tidak harus melakukannya sendiri berjalan atau
berkendaraan dari kota A ke kota B. Itulah cara berfikir abstrak atau
konseptual. Sedangkan hipotesis adalah salah satu bentuk proses konseptualisasi
berupa merumuskan jawaban sementara atau dengan yang memerlukan pengujian
dengan atau informasi. Misalnya bila ada sepiring nasi dan yang perlu makan 5
orang, dapat diduga bahwa setiap orang tidak akan merasa kenyang. Untuk
mengujinya harus dicoba membagi sepiring nasi kepada anak yang sama usianya dan
sama –sama merasa lapar. Bila ternyata dengan itu benar, artinya sesuai dengan
pembuktian, hipotesis itu dapat disebut teas atau tesis atau kesimpulan teruji.
Di lain pihak cara bekerja dengan ratio dapat dicontohkan sebagai berikut. Bila
ada sebuah apel akan dimakan oleh tiga orang dengan hal yang sama, tentu saja
setiap orang akan mendapat sepertiganya. Sedang yang dimaksud rangkaian logika
deduktif adalah cara berfikir dari hal umum ke hal khusus atau dari teori ke
fakta atau kenyataan. Misalnya ketika seorang guru akan menjelaskan tentang
Zakat guru tersbut akan menjelaskan konsep zakat, baru ke atribut dari jakat
itu apa saja. Akhirnya siswa secara logika bisa memahami bahwa zakat memerlukan
perhitugan logis berasarkan ketentuan.. Karakteristik perkembangan berfikir
anak usia kelas 4, 5, 6, sebagaimana telah kita bahas di muka memiliki
implikasi terhadap proses pembelajaran yang harus dirancang. Bila di kelas 1, 2,
3 anak belajar melalui kegiatan yang banyak melibatkan pengalaman langsung dan
belajar menyenagkan atau ( fun learning ) maka siwa kelas tinggi maka siswa
kelas 4, 5, 6 anak perlu dikondisikan untuk dapat melakukan berbagai kegiatan
yang menatang dan siswa sudah mulai melakukan percobaan atau eksperimen dan
belajar memecahkan masalah. Dengan cara itu anak dapat membangun pengetahuan
melalui penalaran abstrak dan konkret atau deduktif dan induktif.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Belajar merupakan suatu proses yang
harus di tempuh oleh siswa, tetapi esensi dan hakikatnya harus dipahami oleh guru agar dalam
pelaksanaannya guru dapat mengelola dan membimbing proses pembelajaran sesuai
dengan kaidah-kaidah belajar yang efektif. Di samping itu guru akan dapat
menciptakan kondisi dan suasana belajar yang optimal dalam rangka mendukung
proses guna mencapai hasil belajar yang di harapkan. Ada 4 teori
belajar yang dapat diterapkan dalam pembelajaran di sekolah dasar yang bisa
kita pelajari. Misalnya ada teori disiplin mental, itu bisa mewujudkan sikap
dan mental disiplin untuk peserta didik.
B.
Saran
Jadi sebagai seorang guru kita harus memberikan
pembelajaran pada siswa untuk masa depan mereka. Menciptakan peserta didik yang
mampu berpikir rasional dan bisa belajar efektif. Guru mampu menciptakan
suasana kelas yang kondusif agar peserta didik merasa nyaman dalam belajar.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar